Gugatan Peristiwa Kecelakaan Bus di Tol Cipali: Kuasa Hukum Soroti Kelalaian Pengelola Jalan Tol

CIREBONWARTANEWS.COM, Cirebon –Kasus kecelakaan bus pariwisata yang mengangkut rombongan dosen Universitas Pamulang (Unpam) pada Rabu, 24 Juli 2024, di Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) Kilometer 176, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, kini telah memasuki jalur hukum.
Sebagai kuasa hukum dari pihak korban, Eddy Suzendi, SH, yang juga Advokat LLAJ mengungkapkan bahwa pada tanggal 20 Maret 2025, pihaknya telah resmi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kecelakaan yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan beberapa lainnya mengalami luka luka berat.
Eddy Suzendi, SH, juga mengungkapkan berbagai temuan yang mendasari gugatan terhadap pengelola jalan tol, PT Astra Tbk, yang dianggap telah melakukan kelalaian berat atau gross negligence dalam pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas jalan tol.
Menurut Eddy Suzendi, kecelakaan tersebut bermula ketika bus yang membawa 33 penumpang itu melaju dari arah Palimanan menuju Cikopo.
Pada saat melintas di Km 176, bus diduga mengalami oleng ke kanan, didorong oleh kondisi jalan yang sempit akibat adanya perbaikan serta pengemudi yang terkena disorientasi akibat cahaya yang menyilaukan.
Dalam kondisi ini, bus menabrak tiang rambu petunjuk jalan (RPJJ) yang berada di median jalan, menyebabkan satu orang meninggal dunia, yaitu Direktur Pascasarjana Unpam, H. Sarwani, dan beberapa penumpang lainnya mengalami luka luka serius.
Eddy Suzendi menjelaskan bahwa meskipun pengemudi, Agus Nuryanto, memang mengalami disorientasi, hal ini tidak bisa sepenuhnya menjadi alasan pembenaran untuk kecelakaan tersebut.
“Jika pihak pengelola jalan tol, PT Astra Tbk, telah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) dan melakukan perawatan fasilitas jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecelakaan ini dapat dihindari,” tegas Eddy,, Jum’at (21/3/24).
Sebagai contoh, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol, disebutkan bahwa pengelola jalan tol wajib memastikan bahwa fasilitas jalan, seperti guardrail dan tiang rambu, ditempatkan sesuai dengan pedoman teknis yang berlaku.
“Guardrail yang terlalu dekat dengan tiang RPPJ dan tidak adanya ruang bebas untuk pemasangan guardrail yang sesuai dengan Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No. Sk.7234/AJ401/DRJD/2013 adalah salah satu pelanggaran yang ditemukan di lokasi kejadian,” ungkap Eddy.
Selain itu, kondisi tiang rambu yang sudah berkarat ,Mur dibaudnya banyak yang hilang serta adanya lubang lubang yang tidak tertutup dengan karet untuk mencegah masuknya air, semakin menunjukkan kurangnya perawatan terhadap fasilitas jalan tol.
Hal ini menjadi bagian dari gugatan materiil dan immateriil yang akan dilayangkan kepada PT Astra Tbk.
“Pihak pengelola jalan tol tidak hanya bertanggung jawab atas kerusakan fisik yang terjadi pada kendaraan dan penumpang, tetapi juga atas hilangnya nyawa dan luka-luka serius yang ditanggung oleh korban,” ujar Eddy Suzendi.
Eddy Suzendi, yang juga merupakan advokat lalu lintas dan angkutan jalan, menekankan bahwa kecelakaan ini bukan hanya disebabkan oleh kelalaian pengemudi, tetapi juga karena pengelola jalan tol yang tidak memperhatikan aspek keselamatan jalan.
Sebagai forgiving road, jalan tol seharusnya memiliki fasilitas dan peralatan yang memadai untuk mencegah kecelakaan, terutama ketika ada potensi bahaya ( Hazard) seperti penyempitan jalan atau kerusakan fasilitas jalan,” tambahnya.
Dalam hal ini, Eddy menyarankan agar pihak pengelola jalan tol memasang tambahan pengaman, seperti save barrier atau crash cushion, di lokasi lokasi rawan kecelakaan, yang sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2021 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.
Gugatan ini juga akan mencakup tuntutan atas unlimited liability tanggung jawab tidak terbatas terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian pengelola jalan tol.
“Pihak BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) harus memahami bahwa tanggung jawab mereka tidak terbatas hanya pada perawatan jalan, tetapi juga pada perlindungan keselamatan penggunanya. Kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi pengelola jalan tol, agar mereka tidak lagi mengabaikan faktor keselamatan, yang berpotensi merugikan banyak pihak,” tutup Eddy.
Gugatan ini diharapkan dapat menjadi yurisprudensi dan mendorong pihak pengelola jalan tol untuk meningkatkan kualitas pelayanan jalan, baik dalam hal pemeliharaan maupun penyediaan fasilitas keselamatan yang memadai.
Harapannya, kecelakaan seperti ini tidak lagi terjadi di masa depan, dan para pengemudi serta pengguna jalan lainnya dapat merasa lebih aman saat melintasi jalan tol.
Peraturan yang Relevan:
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No. Sk.7234/AJ401/DRJD/2013 tentang Petunjuk Teknis Perlengkapan Jalan.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2021
tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.
Dengan demikian, gugatan ini akan menjadi bukti bahwa pengelola jalan tol wajib memastikan standar keselamatan yang tinggi demi melindungi keselamatan para pengguna jalan. (Tim)