Pro-Kontra Rencana Perubahan Nama Stasiun Cirebon, Pengamat Sosial Sebut Antara Strategi Bisnis ‘Batik Trusmi’ dan Nilai Sejarah ‘Kejaksaan’

Oplus_0
CIREBONWARTANEWS.COM, Cirebon –Rencana perubahan nama Stasiun Cirebon Kejaksaan menjadi Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi terus memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat Cirebon.
Polemik muncul karena langkah ini dinilai berpotensi menghilangkan nilai sejarah dan memudarkan identitas budaya Kota Cirebon, sebab nama ‘Kejaksaan’ yang telah melekat kuat akan diganti dengan nama entitas perusahaan.
Menanggapi hal tersebut, Ganesha, Pengamat Sosial Cirebon mempertanyakan motif di balik perubahan nama ini.
“Kok bisa ya kira-kira apa yang mendasari hal tersebut?” ujarnya usai menghadiri salah satu acara di kawasan Kejaksan, Kota Cirebon, Sabtu (27/9/25).
Secara faktual, menurutnya, hak penamaan stasiun atau naming rights merupakan praktik yang sah dan sering dilakukan baik oleh pemerintah maupun perusahaan sebagai bagian dari strategi pemasaran. Praktik ini bukanlah hal baru di Indonesia.
“Contohnya, stasiun-stasiun MRT di Jakarta telah menambahkan nama perusahaan di belakang nama stasiun aslinya, dan hal serupa terjadi di beberapa stasiun di Semarang,” sebutnya.
Namun, lanjutnya, implementasi di Cirebon justru menjadi polemik yang ramai diperbincangkan.
Disisi lain, Ganes melihat terdapat sisi Positif, yaitu bentuk dukungan putra daerah dan penegasan Identitas Batik.
“Di balik kontroversi, kerja sama antara PT KAI dan Batik Trusmi ini menyimpan sisi positif yang patut dipertimbangkan,” ucapnya.
Lebih lanjut disampaikan, PT KAI saat ini menghadapi tantangan finansial, salah satunya akibat operasional kereta cepat WHOOSH. Oleh karenanya, kontribusi finansial dari perusahaan putra daerah, seperti Batik Trusmi, untuk mendukung PT KAI seharusnya dapat menjadi kebanggaan bagi warga Cirebon.
“Perubahan nama ini secara tidak langsung turut menegaskan posisi Cirebon sebagai Kota Batik,” ungkapnya.
Dimana, sambung Ganesha, ketika wisatawan datang, mereka akan langsung mengenali warisan budaya Cirebon, yakni Batik.
Ganesha menyarankan, agar proses pergantian nama stasiun ini tidak hanya menjadi urusan internal antara PT KAI dan pihak Batik Trusmi.
“Pergantian nama stasiun ini perlu melibatkan banyak pihak. Jadi bukan hanya PT KAI dan pihak Batik Trusmi saja, tapi libatkan pula sejarawan, libatkan pula budayawan, bahkan libatkan pula Pemerintahan Kota agar pembahasan ini lebih komprehensif dan mendalam, [sehingga] tidak menuai banyak polemik di kemudian hari,” tegasnya.
Polemik ini membuka diskusi penting bagi masyarakat Cirebon. Apakah strategi bisnis dan penegasan identitas batik harus diutamakan, ataukah nilai sejarah nama ‘Kejaksaan’ yang telah terukir dalam memori lokal harus dipertahankan?. (Cepy)