Aturan Jarak Merokok 500 Meter dalam Perda KTR, PHRI Kabupaten Cirebon : Tak Realistis dan Beratkan Hotel

0
Oplus_0

Oplus_0

Spread the love

CIREBONWARTANEWS.COM, Cirebon– Rencana pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kabupaten Cirebon memicu tanggapan dari pelaku usaha perhotelan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika, menyatakan keberatannya terhadap salah satu poin dalam Perda KTR terkait ketentuan jarak tempat merokok di area hotel.

Fokus keberatan PHRI terletak pada aturan yang mengharuskan tempat merokok berjarak sekitar 500 meter dari lokasi hotel. Menurut Ida, ketentuan ini tidak realistis dan sulit diimplementasikan oleh sebagian besar properti hotel.

“Terkait jarak tempat merokok itu harus sekitar 500 meter dari tempat hotel, kayaknya kita tidak bisa,” tegas Ida Kartika usai menghadiri salah satu acara di Kafe kawasan Sumber, Kabupaten Cirebon, Senin (3/11/25).

Alasannya, lanjut Ida, ruang lingkup perhotelan di Kabupaten Cirebon sangat beragam, mulai dari guest house hingga hotel bintang empat.

“Tidak semua hotel punya lokasi tanah yang luas. Kalau yang lain mungkin bisa ada luas tanahnya, tapi kalau yang lainnya (hotel kecil atau guest house) itu belum tentu ada tanahnya,” jelasnya.

Selain masalah jarak, Ida juga menyoroti wacana peraturan yang mengharuskan tempat merokok dan area bebas rokok memiliki pintu masuk yang terpisah (tidak boleh satu pintu-red).

“Itu kan menambah biaya dengan lingkup yang sekarang lagi down begini, dengan efisiensi begini ada peraturan lagi. Syukur-syukur kita masih bisa hidup, tidak ‘bendera putih’,” keluhnya.

Ia menambahkan, jika aturannya hanya memisahkan ruangan antara kamar atau area khusus perokok dan tidak perokok, hal tersebut masih bisa diupayakan. Namun, ketentuan jarak 500 meter dan ruangan terbuka menjadi masalah besar.

“Tidak semua peraturan yang bebas kawasan rokok itu bisa diterapkan di semua hotel,” katanya.

Ida Kartika menekankan bahwa pihak hotel dan PHRI pada prinsipnya akan selalu mengikuti peraturan pemerintah. Namun, ia berharap agar peraturan yang dibuat tidak sampai merugikan para pelaku usaha.

“Kalau kita itu selagi masih mengikuti peraturan pemerintah tidak merugikan kita sebagai pelaku usaha atau hotel, mangga (silakan-red). Tapi kalau dengan merugikan kita juga, ya harus ditinjau ulang,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa sektor perhotelan merupakan salah satu penyumbang pajak bagi daerah.

Apabila peraturan KTR ini semakin menekan dan menjatuhkan sektor usaha, hal ini juga akan berdampak pada penerimaan daerah.

“Sebagai Ketua PHRI dan pelaku usaha, harapannya bisa ditinjau ulang kembali,” pungkasnya. (Cepy)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *